Sabtu, 03 Juni 2017

Hijrahku Part 11

"Keripik singkong pedasnya kak" aku membuka resleting tas jinjing yang kubawa, dan memperlihatkan isinya, dari satu mahasiswa ke mahasiswa lainnya yang duduk di koridor. Berjualan keripik keliling koridor kampus lumayan menguji keberanianku. Habisnya malu, nggak kenal tapi so so akrab nawarin keripik, hehe. Tapi ya harus berani, kalau nggak berani nanti nggak laku, kalau nggak laku nggak ada uang buat ongkos, dan makan siang.

Setiap hari kurang lebih aku bawa 40 bungkus keripik, yang aku jual Rp 2000,-/bungkusnya. Dari setiap keripik, aku dapat untung Rp 500,-. Jadi totalnya aku dapet Rp 20. 000,-. Sedangkan aku butuh Rp 5.000,- (2x naik angkot dari rumah ke stasiun Bogor) + Rp 7.000,- (naik kereta) + Rp 2.500,- (naik angkot dari stasiun Pondok Cina ke kampus di Kelapa Dua)= Rp 14.500,- x 2 (pulang-pergi) = Rp 29.000,- (total ongkos) + Rp 8.000,- (nasi uduk, nasinya banyak, pakai lauk, bihun, dan sambel untuk makan siang). Jadi.. Total uang yang aku butuhkan dalam 1 hari adalah Rp 37.000,- kurang lebih segitu.

Alhamdulillah keripik singkong aku selalu ludes terjual. Tapi ternyata.. Setelah aku hitung begitu.. Keuntungan dari jual keripik masih kurang untuk memenuhi kebutuhan aku dalam satu hari. Mana waktu itu ada desas-desus bahwa ongkos kereta akan naik jadi Rp 9.000,- sedih deh pokoknya. Harga dinaik-naikin gitu, gimana nasib orang yang berpenghasilan kecil kaya aku?

Sementara waktu kebutuhan aku dalam satu hari masih bisa tertutupi dari sisa-sisa uang yang sebelumnya. Tapi besoknya? Kalau aku cuma mengandalkan dari jualan keripik apa cukup? Di situlah aku mulai merasa sedih, pengen nangis.

Waktu itu jumlah kereta nggak sebanyak sekarang, jadi ada jam-jam tertentu yang kalau nunggu kereta bisa sampai 30 menit atau lebih. Aku duduk di peron, sambil nunggu kereta sambil mikir, 'besok gimana ya? Uang dari mana ya? Gimana ya?' dan kemudian aku nangis, tapi sepi yeee, jadi nggak ada yang ngeliatin.

Hampir tiap kali nunggu kereta, kerjaan aku ya begitu. Mikir, nangis, mikir, nangis, kadang juga nggak nangis. Sampai suatu hari ongkos kereta benar-benar naik jadi Rp 9.000,- 🤕

(waktu itu aku masih semester 2, di usia 17/18th, di tahun 2011/2012) sekitar saat itu lah, lupa tepatnya soalnya, hehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar