Syukur itu seperti apa sih? Katanya rasa
syukur itu bisa bikin orang bahagia, masa? Supaya kalian nggak bingung, aku akan
ceritakan kisah nyata tentang hal itu. Kisah dari diriku sendiri. Kala itu aku
masih SD, dan keadaan keluargaku belum seperti sekarang. Dulu aku bersama
keluarga tinggal di rumah kontrakan sepetak, tidur beralaskan kasur lantai
bersama adik, ayah, dan ibu. Mirip ikan lagi di jemur kali ya? Bercanda deh,
hehehe. Di rumah kami hanya ada piring tiga, sendok tiga, dan gelas tiga. Masing-masing
untuk ayah, ibu, dan aku, sedangkan adikku biasanya satu piring dengan ibu
(disuapi).
Setiap hari ibu memasak untuk
kami, wah masakannya enak sekali.. :)
kalau pagi sebelum berangkat sekolah biasanya aku beli tempe goreng, dan
memakannya dengan nasi yang diberi kecap, uuuuhh nikmat.. :) waktu itu kami jarang
sekali makan daging, pernah suatu hari aku minta pada ibuku “bu, aku ingin
makan daging ayam..” lalu ibuku menjawab, “nanti ya kalau lebaran.” Jadi.. biasanya
kami makan daging itu di hari lebaran, rasanya spesial sekali.. :)
Ibu memberiku uang saku Rp 500,-
untuk ke sekolah, di saat kebanyakan teman-temanku diberi uang saku sekitar Rp
1.500,- hingga Rp Rp 2.000,- . Kalau dulu, masih banyak jajanan yang harganya Rp 100,- terus biasanya aku makan jajanannya diirit-irit gitu, satu demi satu
dihayati, biar nggak cepat habis, hahaha ^_^ kalau ingat itu jadi malu sendiri.
Nah.. kalau ayah habis gajian itu
biasanya kami sekeluarga pergi makan ke rumah makan langganan kami. Rasanya senang..
sekali, hari itu juga aku makannya bisa minta tambah kalau belum kenyang,
hehehe perut karet :P . Jalan-jalan bersama ayah, ibu, dan adik, bahagia..
sekali.
Itu keadaan keluargaku dulu ya,
secara materi belum mapan. Tapi aku menikmati setiap suapan nasi yang masuk ke
dalam mulutku, setiap tetesan bumbu cilok yang aku makan, hehehe. Nah ya itu,
tidak banyak, tidak mewah, tapi rasanya nikmat. Maunya nambah, tapi nggak
setiap kali bisa nambah. Ada yang bilang, kalau orang lapar maka makan itu jadi
nikmat. Hehehehe :D
Seiring berjalannya waktu, roda
kehidupan berputar, keadaan keluarga kami berangsur-angsur menuju kemapanan. Sekarang
kalau mau makan daging tidak perlu menunggu waktu lebaran tiba, dan kalau makan nggak perlu diirit-irit.
Tapi, sekarang kebersamaan keluarga berkurang, selera makan juga berkurang. Ketika
aku ingat kembali kisah yang dulu, ketika itu pula aku tersadar bahwa yang
terpenting itu ‘bukan seberapa banyak yang kita miliki, tapi seberapa banyak kita
bersyukur.’
Ada beberapa hal yang menurut
kita itu adalah suatu hal yang biasa, tapi bagi orang lain itu sangat luar
biasa. Rasa syukur juga bisa kita tunjukan dengan berbagi. Betapa bahagianya
jika kita bisa tersenyum bersama karena saling melengkapi. Segala apa yang kita
miliki hakikatnya bukan milik kita. Jika kita sedang kekurangan maka di situlah
nikmat alhamdulillah, karena di saat lapar nasi dan garam pun rasanya jadi luar biasa. jika kita
sedang berlebih maka di situlah nikmat alhamdulillah, karena kita diberi kesempatan untuk
berbagi dan menjadi jalan terukirnya senyuman mereka :) kita bahagia karena bersyukur, dengan bersyukur kita bahagia :)
picture source:http://buzzcapt.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar