Selasa, 21 Oktober 2025

Pengalaman Sabar dan Qana'ah

     Aku bersyukur kepada Allah atas karunia yang telah Ia berikan untukku, maupun yang masih Ia simpan untukku. Ada hal-hal dalam hidupku, yang telah aku putuskan, namun bagi orang lain itu harus disesali. Tapi bagiku tidak, aku tidak menyesal. Seperti aku tidak menyesal lebih dulu merenovasi ruang kamar kami agar lebih layak sehingga sekarang aku, dan anak-anak bisa tidur lebih nyaman, juga lebih dekat karena kami berada dalam satu ruangan yang diberi pembatas dinding triplek yang dibuat seperti tembok. Aku juga tidak menyesal memilih untuk lebih dulu membuat meja dapur dan bak cuci piring sehingga sekarang aku merasa lebih nyaman berada di dapur, dan berkegiatan di sana meski belum sempurna.

    Rumah dinas yang baru kami tempati ini memang sudah lama kosong, dan banyak kerusakan terutama di bagian atap. Jika aku tidak memilih untuk merenovasi kamar serta membuat meja dapur, tinggal di sini akan terasa lebih sulit bagiku. Karena rumah ini cukup kotor, dan aku agak jijik jika menerima seadanya. Memanglah atap juga sangat penting untuk diperbaiki, karena ada beberapa kebocoran di titik tertentu, dan untuk memperbaikinya membutuhkan modal besar. Alhamdulillah itu bisa ditangani sementara di satu titik, dan ditadahi baskom di titik lain. Bersabar, qanaah. Aku berusaha menikmati yang baik dan nyaman yang ada di keadaanku sekarang, kurang-kurangnya aku menerima ini sebagai ketidaksempurnaan hidup yang wajar, dan perubahan itu butuh proses. Tidak mengapa.

    Sebenarnya yang membuat rumah kami hangat, selain kerapihan, dan kebersihan yang diusahakan yang utama adalah keharmonisan keluarga kami. Di manapun kami berada, jika kami bersama, dan hidup rukun hati kami merasa penuh. Segala sesuatu milik Allah, dan aku selalu berdoa kebaikan untuk keluarga kami, meski beberapa waktu ini aku dilanda over thinking.

    Terima kasih ya Allah. Aku hamba-Mu dengan banyak kekurangan, yang sering melakukan kesalahan yang tidak disengaja, maupun yang disengaja. Ampuni aku ya Allah. Aku bersyukur pada-Mu amat banyak.


Rabu, 08 Oktober 2025

Allah yang Berhak Menentukan

Bagiku, pernikahanku adalah hadiah besar untukku. Kenyamanan rumah yang aku rindukan bisa aku rasakan setelah menikah. Aku menetapkan batasan dalam rumah tangga ini agar suamiku dan aku bisa menghargai, dan menjaga komitmen kami. Harapanku agar kami bisa sama-sama menjauhi perkara yang mengarah pada batasan yang sudah kami sepakati. Harapanku besar pada rumah tangga ini, aku ingin anak-anak kami tidak merasakan apa yang pernah aku rasakan di masa lalu sebagai anak broken home.

Broken home bukan sesuatu yang indah, namun itu adalah hikmah yang baik nan panjang untukku. Karenanya, sekarang aku sangat berhati-hati agar jangan sampai batasan itu dilanggar, agar jangan sampai rumah tangga ini rusak, dan berakhir sehingga aku harus merasakan kembali duka itu. Terutama, aku tak ingin anak-anak kami merasakannya.

Tanpa ku sadari aku kehilangan diriku sendiri, aku dipenuhi rasa khawatir, dan takut yang berlebihan. Padahal bukan hanya aku yang harusnya menjaga rumah tangga ini, melainkan bersama-sama. Aku adalah aku, suamiku adalah dia yang sama sekali aku tak dapat mengaturnya. 

Ya, Allah.. aku ingin melepas ini, keterikatan, kemelekatan. Rasanya sungguh tak nyaman, dipenuhi kekhawatiran, dan ketakutan. Apapun itu, aku berharap kebaikan, kebahagiaan, keberkahan, keselamatan di dunia, dan akhirat. Kebahagiaan adalah bersama-Mu ya Allah. Dukaku adalah kehilangan-Mu.

Aku berdoa agar Allah meridhoiku, dan kelak mewafatkan aku dalam keadaan husnul khatimah.

Doa kebaikan tak terhingga untuk anak-anakku tersayang, tercinta.


Jumat, 03 Oktober 2025

Dag-dig-dug Kehidupan

Pindahan kali ini, dag-dig-dug karena di samping akan tinggal di lingkungan baru, ini memang pekerjaan baru Suami, dan kami juga memutuskan pendidikan anak kami menjadi homeschooling. Kalian tahu kan, poin tersebut membutuhkan penyesuaian buat kami? Selain penyesuaian, aku juga merasa. Perempuan memang makhluk perasa.

Masa transisi ini tak jarang diwarnai perdebatan, tangisan, dan aku pribadi belajar untuk ridho dengan ketetapan Allah. Aku yang sebelumnya ingin Suami ganti kerjaan, aku yang ingin pindah rumah, dan aku juga yang ingin homeschooling diterapkan untuk anak-anakku. Semuanya untuk alasan yang baik. Tapi kebaikan pun butuh perjuangan.

Ya Allah, aku terima. Ya Allah, tolong aku. 

Tapi aku senang sekali menyaksikan anak kami begitu senang dalam masa transisi ini. Yang penting mereka ok, aku pelan-pelan nggak papa.

Setelah menikah, hampir-hampir kebijaksanaanku runtuh, hampir-hampir aku tak bisa melihat kebaikan dalam setiap ketidaknyamanan. Salahnya di mana? Hidupku sebelum menikah juga tidak mudah, lalu apa? 

Salahnya di aku. Aku yang hanya menjalankan yang wajib, aku yang menjalankan kewajiban dalam lamunan, aku yang melepaskan ruhku untuk beribadah. Setelah aku sadar, apa semuanya jadi mudah? Tidak. Aku harus berjuang, mendekat pada Allah. Karena apa? Rasanya rindu. Rindu yang hanya bisa dipenuhi dengan ibadah yang bukan wajib. 

Ya Allah, rindu. Rindu hatiku dipeluk oleh-Mu.

Dalam semua hal.. yang aku inginkan kembali dalam keadaan yang baik. Meski dalam hidup ini, lagi dan lagi aku melakukan kesalahan.