Senin, 04 Agustus 2025

Aku Ada dan Berharga

Suamiku pikir aku tidak akan pernah pergi, seberapapun menyebalkannya Ia. Seberapapun marahnya aku, Ia pikir aku akan tetap di rumah. Silent treatment is a way too cruel, bagiku seorang Istri, dan Ibu yang mengabdikan diri di rumah. And it's too cruel, bagiku dengan trauma ditinggalkan, diabaikan. 

Rumah bagi seorang Istri bisa serasa Surga atau Neraka, dan Suami memiliki peran yang sangat besar dalam hal itu. Berada di rumah adalah sebuah pengorbanan yang ditujukan kepada Allah, bukan semata karena mencintai apa yang ada di dalamnya. 

Silent treatment membuat rumah menjadi neraka bagiku. Kesedihan yang berlarut berubah menjadi amarah. Namun ada yang menahan diri ini yaitu, Rabbku, Tuhan Semesta Alam.

Katanya perasaan cinta itu bisa naik turun, bahkan hilang, yang sama adalah tujuan. Keterikatan tertinggi antara Suami dan Istri adalah rasa kasihan. Padahal yang aku tahu dari media dengan segala romansa yang ada, yang tertinggi adalah cinta. Ah masa? 

Suamiku hanya butuh ruang. Ruang untuk menyadari keberadaanku dalam hidupnya, dan ruang bagiku untuk menghargai diriku sendiri. We needed space, I thought. Aku pergi liburan ke rumah Ayah di kota lain bersama Suami, dan anak-anak kami. Namun dalam beberapa hari suamiku harus kembali bekerja. Aku tetap di sana dengan anak-anakku.

Kamu tahu? Aku mulai melihat diriku. I'm young. Aku kira aku sudah tua. No. Dan aku menghabiskan waktu bersama anak-anakku, pergi dan handle mereka sendiri. Aku bisa. Ternyata aku bisa. Menyenangkan. 

Tentu suamiku pun mendapatkan pengalaman sendirian, tanpa aku. Nikmatilah kesendirian itu wahai suamiku. Bahagia bukan? Saat aku ada, kamu anggap tiada dengan silent treatment itu. Sekarang aku benar-benar tiada. Bercanda.

Aku mulai tidak terlalu banyak memikirkan suamiku. Namun berbalik, suamiku jadi memikirkan aku, Ia bahkan jadi peduli ketika aku ngambek. Ah masa? Sebentar saja, ketika aku sudah pulang ke rumah kami, Ia kembali ke setelan pabrik.

Tempat yang ideal bagi seorang Istri adalah di rumahnya, di mana Ia akan lebih nyaman, dan memiliki otoritas dalam mengatur anak-anaknya. Kepergian itu sebatas liburan, aku rindu rumah. Home sweet home. Rumah adalah di mana aku, suamiku, dan anak-anakku bersama.

I can't handle anything about silent treatment. Siapa sih yang bisa ngubah pikiran orang? Allah. Iya, Allah. Jadi, aku pasrah saja. Dengan kekuatan doa kepada Allah. Ya Allah.. Ya Allah..

Setelah tahun-tahun silent treatment, setelah tahun-tahun merasa diri ini tak berharga. Setelah banyak yang dilalui. Suamiku sakit, bukan sakit parah, dan bukan pertama kalinya Ia sakit. Aku memeluknya, aku merawatnya, aku menemaninya.
Padahal aku punya pilihan untuk, "Rasakanlah! Rasakanlah! Nikmati rasa sakit itu! Anggap saja aku tiada, seperti saat kamu mendiamkan aku ketika marah." Tapi tidak. Aku tidak lakukan itu.

Aku kasihan padanya. Kasihan sekali. Aku memeluk tubuhnya yang gemetar, memegang dahinya yang panas karena demam. Ketika aku memeluknya, aku merasa bahwa aku menyayanginya. Nyaman.

Sejak saat itu, suamiku jadi lebih perhatian padaku, dan membujukku ketika aku ngambek. Pokoknya Ia akan berusaha untuk membuat mood ku selalu baik. Why? 

Ketika aku marah, Ia minta maaf. Dan dalam maaf itu Ia katakan maaf yang lain. Ia meminta maaf karena Ia pernah berkata bahwa Ia bisa mengurus anak-anak tanpa aku. Setelah sakit yang terkahir, Ia baru sadar bahwa Ia tak bisa mengurus anak-anak tanpa aku. Hm, suamiku yang mandiri sadar juga.

Sekarang perasaanku begitu berarti untuknya.

Siapa yang buat begitu? Allah.

Pernikahan itu.. ibadah yang panjang ya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar